-->
Sejarah Kopiah Menjadi Simbol Umat Islam di Indonesia

Sejarah Kopiah Menjadi Simbol Umat Islam di Indonesia

Songkok, yang disebut juga sebagai peci atau kopiah merupakan sejenis topi tradisional bagi orang Melayu. Di Indonesia, songkok yang juga dikenal dengan sebutan peci atau kopiah ini kemudian menjadi bagian dari pakaian nasional, dan dipakai oleh orang Islam. Songkok juga dipakai oleh tentara dan polisi Malaysia dan Bruney pada upacara-upacara tertentu. Penutup kepala ini merupakan variasi dari Fes atau Tharbusy yang berasal dari Maroko.

Songkok populer bagi masyarakat Melayu di Malaysia, Singapura, Indonesia dan selatan Thailand. Perlengkapan ini dikatakan berasal dari pakaian yang dipakai di Ottoman Turki. Songkok menjadi popular dikalangan India Muslim dan menurut pakar kemudiannya berangsur menjadi songkok di dunia Melayu. Dalam kesusteraan Melayu, songkok telah disebut dalam Syair Siti Zubaidah (1840) 
"...berbaju putih bersongkok merah...."

Bagi kalangan orang Islam di Nusantara, songkok menjadi pemakaian kepala yang resmi ketika menghadiri upacara-upacara resmi seperti upacara perkawinan, shalat Jumat dan shalat-shalat yang lain, upacara keagamaan dan sewaktu menyambut Idul Fitri dan Idul Adha. Songkok juga dipakai sebagai pelengkap baju adat Melayu yang dipakai untuk menghadiri pertemuan-pertemuan tertentu.
Bagi orang Indonesia, peci bukan cuma untuk salat di masjid saja. Lebih dari itu, peci juga merupakan bagian dari sejarah Indonesia, yang dipakai para pejuang dan pendiri Republik Indonesia. Kecuali Megawati Soekarnoputri, semua Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, punya foto resmi dengan kepala tertutup peci. Tampilan mereka yang gagah dengan jas dan peci terpampang di dinding-dinding sekolah dan kantor-kantor pemerintahan.

Tidak hanya para pemimpin negeri ini yang mengenakan peci. Mereka yang ingin menjadi calon kepala daerah, calon anggota dewan pun kebanyakan berkampanye dengan menampilkan fotonya yang gagah mengenakan peci. Tak peduli apapun agamanya, foto kampanye baru terasa sah jika mengenakan peci. Terasa lebih berwibawa, gagah, sekaligus nasionalis. Kombinasi maut yang diharapkan untuk meningkatkan elektabilitas dalam rangka menggaet suara untuk memenangkan pemilu.

Presiden juga biasanya mengenakan peci dalam acara resmi kenegaraan, seperti ; acara pelantikan pejabat, upacara 17 Agustus, tidak sah jika pejabat yang menghadiri tidak mengenakan peci. Peci memang kini telah menjadi sebuah identitas kebangsaan. Atas alasan itulah Walikota Bandung, Ridwan Kamil terhitung sejak 2014 mewajibkan mewajibkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kota Bandung mengenakan peci setiap hari Jumat.

"Bung Karno menyatakan peci adalah identitas lelaki Indonesia, terlebih menggunakan kopiah bisa tambah ganteng," kata Ridwan Kamil, seperti dikutip dari Antara.

History of Peci

Bicara soal sejarah peci, sebagian orang akan mengacu pada Fez, tutup kepala kaum nasionalis Turki atau petje dari bahasa Belanda, artinya topi kecil. Sementara nama kopiah, orang Islam Indonesia mengacu pada keffieh, kaffiyeh atau kufiya dari bahasa Arab. Artinya, tutup kepala juga, tetapi bentuknya tak seperti peci atau songkok.

Peristilahan kopiah sebagai tutup kepala bagi pria barangkali agak dekat dengan kepi dalam bahasa Perancis. Bentuk kepi yang biasa dipakai militer Perancis agak mirip dengan kopiah yang kita kenal di Indonesia. Bedanya lebih bulat dan ada semacam kanopi di bagian depannya yang mirip topi. Sementara, istilah songkok, mengacu dari bahasa melayu dan Bugis. Di beberapa daerah di Indonesia dengan pengaruh Melayu dan Bugis, menyebut peci sebagai Songkok. Demikian pula di Malaysia dan Brunei.

Sumber : Maxime Weygand, Perancis, Tangki gambar png

Gambar di atas merupakan contoh kepi yang digunakan oleh militer perancis. Menurut Rozan Yunos, dalam artikelnya The Origin of the Songkok or Kopiah di The Brunei Times (23/09/2007), peci diperkenalkan oleh pedagang-pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam. Rozan juga menyebut beberapa ahli berpendapat di Kepulauan Malaya peci atau kopiah ini sudah dipakai pada abad XIII. Setelah dipopulerkan para pedagang Arab itu, baru orang Malaysia, Indonesia dan Brunei mengikutinya.

Saat Andi Mappanyukki menjadi Raja Bone, Songkok Recca atau peci Bugis ini hanya dikenakan oleh kaum bangsawan. Andi Mappanyuki pun memperlihatkan sosoknya tengah mengenakan songkok Recca dalam sebuah lukisan.

Sumber : Andi Mappanyukki - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Namun, dalam perkembangannya songkok tidak hanya digunakan oleh kalangan Raja Bone, tetapi juga rakyat biasa. Peci Bugis saat ini jadi bagian dari pakaian adat daerah Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis dan suku Makassar.

Identitas Tokoh Pergerakan Nasional

Peci ikut mewarnai sejarah Indonesia. Banyak tokoh pergerakan nasional setelah tahun 1920an mengenakan peci. Muhammad Husni Thamrin, yang sejak 1927 terpilih sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat), menghadiri sidang dengan kepala tertutup menggunakan peci.

Soekarno yang besar dalam budaya Jawa tentu beda dengan Thamrin yang besar dalam budaya Betawi, meski dia Indo. Soekarno terbiasa dengan blangkon atau tutup kepala khas Jawa. Begitu pun Bapak Bangsa sekaligus Bapak kos Soekarno, Hadji Oemar Said Cokroaminoto. Dalam film Guru Bangsa Tjokroaminoto (2015), Cokro sempat mempergunakan blangkon sebagai identitas yang diikuti banyak pengikutnya. Belakangan, baik Cokro maupun Soekarno pun berpeci. Blangkon mereka tinggalkan.

Sebagai Ketua umum Sarekat Islam (SI), kebiasaan Cokro tentu diikuti. Awalnya, SI hanya berkembang di Jawa saja. Belakangan, SI berkembang di wilayah di mana blangkon bukan tutup kepala lagi. Apalagi pengurus SI lain yang bernama Agus Salim pun orang Padang. Salim semasa muda juga kebarat-baratan. Belakangan, foto-foto Agus Salim kebanyakan berpeci.

Setelah Indonesia merdeka, seorang pahlawan keturunan Belanda bernama Douwes Dekker pun pakai peci di masa tuanya. Ketika dia jadi menteri. Di masa lalu, dia tak berpeci. Peci tetap jadi tutup kepala yang umum.

Meski tak resmi, Peci sering dipakai sebagai anggota Tentara atau laskar. Mereka tak memiliki baret atau helm baja untuk menutup kepala. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang baru saja terbentuk pada 5 Oktober 1945, tak mampu sediakan baret dan helm baja. Jika ada yang memakai baret atau helm, itu seringkali hasil rampasan dari tentara musuh.

Tak ada baret, para pahlawan Indonesia tetap terlihat gagah. Panglima Besar, Letnan Jenderal Soedirman pun juga berpeci seperti Soekarno. Dalam acara resmi, Soedirman lebih sering berpeci. Belum ditemukan ada foto Soedirman pakai baret. Itu bukan sesuatu yang ketinggalan zaman untuk ditiru. Ketika memeriksa barisan dalam apel partai Gerindra, Prabowo pun berpeci ketika berkuda. Mirip Panglima Besar Soedirman.

Setelah tahun 1950, peci makin jarang digunakan anak muda. Tak seperti di tahun 1945. Hanya orang-orang tua atau tokoh masyarakat yang masih suka memakainya. Anak muda hanya berpeci ketika ke masjid atau ke acara keagamaan.

Hingga usia senjanya, Soekarno terus memakai peci hitamnya. Peci membuat Soekarno terlihat gagah dalam foto-foto yang banyak beredar meski tubuhnya mulai ringkih dan kepalanya membotak.

Barangkali sosok laki-laki Indonesia sejati adalah yang berpeci. Sosok Pitung yang diperankan Dicky Zulkarnaen dalam beberapa film tentang Pitung di tahun 1970an, digambarkan sebagai sosok pria berpakaian merah dan berpeci. Pakaian itu seperti tampilan jago-jago silat Betawi setelah Pitung terbunuh oleh Polisi kolonial di tahun 1893. Tentu saja, para pendekar anti kolonial pun belakangan juga berpeci. Sebut saja Soekarno, Agus Salim, Alimin, Cokroaminoto. Begitu juga tokoh betawi berdarah Inggris, Muhammad Husni Thamrin.

Peci memang merupakan simbol kebangsaan. Sayangnya, peci kini hanya sekadar simbol. Menggunakan peci tak begitu saja membuat semua pemakainya menedalani keteladanan pendiri bangsa yang selalu menjaga diri dan menjadi panutan. Seperti Hatta dan Soekarno yang jauh dari korupsi. Apa yang terjadi sekarang adalah, sebagian besar pelaku kasus korupsi adalah orang-orang yang pernah berpeci dengan gagah. Nyaris tidak ada yang menjadikan peci sebuah tutup kepala penjaga kehormatan yang selalu mengingatkan dirinya sendiri untuk berlaku terhormat.

Referensi :
  1. Filosofi Peci - Tirto.ID
  2. Maxime Weygand, Perancis, Tangki gambar png
  3. Andi Mappanyukki - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
  4. Songkok - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Muhamad Rizki Jafri
Baca Juga
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Post a Comment